Terobosan Besar Gubernur Pramono, Bank DKI dan PAM Jaya Siap IPO : Semoga Pasar Jaya, Jakpro Juga Menyusul dan Targetkan Setiap Tahun Satu BUMD

PRAMONO menargetkan IPO Bank DKI dapat terealisasi dalam waktu satu tahun ke depan.
Oleh : Sugiyanto (SGY)
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT)
Beberapa hari terakhir saya banyak menulis artikel bertema nasional, yang sejujurnya enggan saya lakukan karena seharusnya fokus pada masalah Jakarta. Namun, pikiran saya kerap terpancing untuk menulis apa pun yang terlintas, terutama isu-isu viral dan menarik, padahal banyak persoalan penting di Jakarta, seperti RDF dan ITF, yang belum tuntas dan perlu diurai secara mendalam. Ke depannya, saya akan menahan diri dan berkomitmen untuk lebih fokus menulis isu Jakarta secara terarah dan mendalam, dimulai hari ini dengan artikel berjudul di atas, kecuali mendesak dan penting.
Belum genap seratus hari sejak resmi dilantik pada 20 Februari 2024, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah menunjukkan langkah progresif dan berani dalam reformasi tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Bersama Wakil Gubernur Rano Karno, ia menggagas terobosan besar yang belum pernah ditempuh secara serius oleh pemimpin Jakarta sebelumnya: mendorong BUMD DKI Jakarta untuk masuk ke pasar modal melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO) atau go public.
IPO merupakan proses ketika sebuah perusahaan pertama kali menawarkan sahamnya kepada publik, sehingga statusnya berubah menjadi perusahaan terbuka yang tercatat di bursa saham. Sementara itu, BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Selama ini, BUMD di Jakarta cenderung bergantung pada Penyertaan Modal Daerah (PMD) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Langkah IPO menjadi solusi jangka panjang untuk menjadikan BUMD lebih mandiri, profesional, dan akuntabel.
Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI pada Rabu, 30 April 2025, Gubernur Pramono menyampaikan komitmennya bahwa 2–3 BUMD DKI Jakarta ditargetkan untuk IPO. PT Bank DKI menjadi prioritas pertama, mengingat 99,98 persen sahamnya dimiliki Pemprov DKI Jakarta dan sisanya oleh PD Pasar Jaya. Pramono menargetkan IPO Bank DKI dapat terealisasi dalam waktu satu tahun ke depan.
Selain Bank DKI, BUMD lain yang disiapkan untuk IPO adalah Perumda PAM Jaya, yang sepenuhnya dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Dengan cakupan layanan air bersih yang telah menjangkau sekitar 70 persen penduduk Jakarta—setara dengan 2,5 juta pelanggan. Adapun target jangka menengah dan panjang PAM Jaya adalah mencapai cakupan 100 persen dengan basis pelanggan lebih dari 3 juta, ini dinilai bisa membuat PAM Jaya memiliki prospek kuat untuk menjadi perusahaan publik.
Namun demikian, untuk bisa go public, Perumda seperti PAM Jaya harus lebih dulu mengubah bentuk badan hukumnya menjadi Perseroda (Perseroan Daerah), karena Perumda tidak diperkenankan langsung menjual saham ke publik. Proses transformasi ini akan menjadi bagian penting dari roadmap IPO yang saat ini tengah disusun. Pramono bahkan menyatakan dirinya telah menerima paparan dari Direktur Utama PAM Jaya terkait langkah-langkah tersebut dan akan menggelar rapat koordinasi khusus guna mengakselerasi proses IPO.
Saya menyambut baik dan mendukung penuh inisiatif strategis ini. Bahkan saya berharap langkah ini tidak berhenti di Bank DKI dan PAM Jaya semata. BUMD lain seperti PD Pasar Jaya, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT Dharma Jaya, PT MRT Jakarta, dan PT TransJakarta juga layak dipertimbangkan untuk IPO. Setiap entitas tersebut memiliki potensi besar untuk berkembang secara mandiri dan menjadi pemain utama dalam sektor-sektor strategis di Jakarta.
Saya mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta menargetkan minimal satu BUMD dapat go public setiap tahun. Ini adalah strategi pembangunan ekonomi daerah yang modern, dengan memaksimalkan sumber daya yang ada tanpa terus-menerus membebani APBD. Modal segar dari publik akan memperkuat struktur permodalan, memperluas layanan, dan meningkatkan profesionalisme manajerial perusahaan daerah.
Saat ini, dari sekitar 13–14 BUMD dan 9 perusahaan patungan milik Pemprov DKI Jakarta, hanya dua yang telah IPO, yaitu PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (sejak 2 Juli 2004) dan PT Delta Djakarta Tbk (sejak 27 Februari 1984). Fakta ini menunjukkan bahwa selama puluhan tahun, sangat sedikit upaya konkret untuk menjadikan BUMD sebagai kekuatan ekonomi terbuka dan modern.
Dengan IPO, BUMD tidak hanya akan lebih mandiri dari sisi permodalan, tapi juga terdorong untuk menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), termasuk transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keterbukaan terhadap pengawasan publik. Ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, investor, dan otoritas terhadap operasional BUMD yang selama ini kerap menjadi sorotan karena kinerja yang stagnan atau tidak transparan.
Lebih jauh lagi, IPO BUMD merupakan bagian dari reformasi struktural untuk menjadikan perusahaan daerah sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi kota. Dengan pengelolaan yang sehat dan transparan, BUMD akan mampu menjadi mitra pembangunan yang tangguh, tidak hanya dalam penyediaan layanan publik, tetapi juga dalam memperluas kesempatan kerja, menciptakan inovasi, dan memperkuat daya saing Jakarta secara global.
Langkah Gubernur Pramono Anung untuk mendorong IPO BUMD menunjukkan arah kepemimpinan yang visioner. Kebijakan ini bukan sekadar solusi fiskal jangka pendek, melainkan tonggak sejarah baru yang dapat menjadi warisan penting bagi masa depan Jakarta, terutama dalam menghadapi dinamika ekonomi pasca pemindahan ibu kota.
Jika Bank DKI dan PAM Jaya berhasil IPO dalam waktu dekat, itu akan menjadi preseden positif yang mempercepat reformasi BUMD lainnya. Ini juga akan membangun kepercayaan baru masyarakat terhadap pemerintah daerah dan perusahaan-perusahaan miliknya. Gubernur Pramono Anung telah memulai langkah besar. Kini, konsistensi dan keberanian untuk menindaklanjuti kebijakan ini adalah kunci menuju suksesnya transformasi BUMD Jakarta ke era yang lebih terbuka dan modern.